Jumat, 24 September 2010

Summer dan Pangeran Hujan

Sudah dari pagi sekali Summer duduk manis di 'surga kecil'nya.
Rupanya sedang menunggu sesuatu.
Ia menunggu datangnya hujan.
Aneh memang..
Summer si pembenci hujan, tapi hari ini malah mengharapkan datangnya hujan,
walaupun ia tahu, sang hujan akan membunuh 'mataharinya'.
Tapi ia tak peduli.
Hanya ini satu-satunya cara.Ya,hanya ini.
Cara untuk bertemu Thunder.
Ah! Thunder.. lama sekali rasanya Summer tidak bertemu dengannya.
Thunder, Pangeran Hujannya.
Summer menyebutnya begitu, karena disetiap pertemuan mereka, hujan selalu turun.
Thunder hanya datang disaat hujan turun.

1 jam..
2 jam..
"Hujan pasti turun..Pasti."
Summer mencoba meyakinkan dirinya.

3 jam..
4 jam..
"Sebentar lagi..Ya,pasti sebentar lagi."
Ia masih terus berharap dan menunggu.

5 jam..
6 jam..
"Mungkin agak lama,tapi pasti akan turun..tidak ada salahnya menunggu sebentar lagi."
Sekali lagi masih mencoba meyakinkan dirinya yang sepertinya mulai putus asa.

7 jam..
8 jam..
9 jam..
Hujan belum turun juga,malah matahari semakin menyengat.

Akhirnya Summer menyerah.
"Mungkin besok.Ya,pasti besok."

Keesokan harinya, ia masih tetap menunggu.
Tapi hujan tak juga turun.
"Mungkin hari ini belum,tapi besok pasti."
Begitu seterusnya.
Sampai akhirnya Summer menyerah.

Summer yang malang.
Ia masih terus berpikir,bagaimana bisa hujan tak datang-datang padahal sudah hampir sebulan.
Apa mungkin selamanya hujan dan matahari tidak bisa muncul selalu bersama?
Summer begitu cerah dan hangat,seperti 'mataharinya'
tapi Thunder gelap dan dingin,seperti hujan.

"Kalau begitu aku memilih untuk menjadi angin." Pikirnya.
Angin dapat bersatu dengan keduanya.
Dia bisa bertemu Pangeran Hujannya tanpa harus mengharap hujan turun lalu melenyapkan 'mataharinya'.

Tapi tidak bisa..
Dia tidak bisa merubah takdirnya.


Summer bukan angin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar